Minggu, 04 Desember 2016


Tugas Individu
Menejemen Akuakultur Payau



BUDIDAYA KEPITING







Oleh :

                   Nama          : Muh. Alwi
                   Nim            : L221 14 020
                   Kelompok  : 2 (Dua)
                   Prodi          : Budidaya Perairan





Jurusan Perikanan
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
Universitas Hasanuddin
Makassar
2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang karena anugerah dari-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang "Budidaya Kepiting" ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama Islam yang sempurna dan menjadi anugerah serta rahmat bagi seluruh alam semesta.
       Penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi tugas Menejemen Akuakultur Payau. Disamping itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami selama pembuatan makalah ini berlangsung sehingga terealisasikanlah makalah ini.
       Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini bisa bermanfaat dan jangan lupa ajukan kritik dan saran terhadap makalah ini agar kedepannya bisa diperbaiki.



4 November 2016




                                                                                                Penulis










DAFTAR ISI
Sampul..................................................................................................................
Kata pengantar................................................................................................... i
Daftar isi............................................................................................................. ii
BAB I
PENDAHULUAAN.......................................................................................... 1
     A. Latar Belang.............................................................................................. 1
     B. Rumusan Masalah...................................................................................... 2
     C. Tujuan........................................................................................................ 2
BAB II
PEMBAHASAN................................................................................................ 3
A. Biologi Kepiting........................................................................................ 3
B. Ciri Morfologi............................................................................................ 3
C. Habitat dan Daur hidup............................................................................. 3
D. Kebiasaan Makan...................................................................................... 4
E. Metode Budidaya...................................................................................... 4
F. Panen.......................................................................................................... 10
E. Pemasaran.................................................................................................. 11
RANGKUMAN................................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 13


BAB I
PENDAHULUAAN
A.    Latar Belakang
Berkembangnya pangsa pasar kepiting baik di dalam maupun diluar negeri adalah suatu tantangan untuk meningkatkan produksi secara berkesinambungan.Dengan mengandalkan produksi semata dari alam/tangkapan jelas sepenuhnya dapat diharapkan kesinambungan produksinya. Untuk itu perlu adanya usaha budidaya bagi jenis crustacea yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Usaha budidaya kepiting bakau harus didukung oleh tersedianya lahan yang bebas polusi, benih dan kemampuan pengelolaan secara teknis maupun manajemen. Lahan pemeliharaan dapat menggunakan tambak tradisional sebagaimana dipakai untuk memelihara crusta cean.
Kepitng merupakan salah satu komoditas perikanan pantai yang mempunyai nilai ekonomis penting. Pada mulanya kepiting hanya dianggap hama oleh Petani tambak,karena sering membuat kebocoran pada pematang tambak. Tetapi setelah mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi, maka keberadaannya banyak diburu dan ditangkap oleh nelayan untuk penghasilan tambahan dan bahkan telah mulai dibudidayakan secara tradisional di tambak. Mengingat permintaan pasar ekspor akan kepiting bakau yang semakin meningkat dari tahun ketahun maka usaha ekstensifikasi budidaya kepiting bakau mulai dirintis dibeberapa daerah. Sebagai komoditas ekspor kepiting memiliki harga jual cukup tinggi baik dipasaran dalam maupun luar negeri, namun tergantung pada kualitas kepiting (ukuran tingkat kegemukan).Untuk dapat menghasilkan kepiting yang gemuk diperlukan waktu yang cukup pendek yaitu 10 –20 hari. Harga jual kepiting gemuk menjadi lebih tinggi dengan demikian dapat meningkatkannilai tambah bagi petani. 
Melihat prospek dan potensi yang strategis maka penulis ingin menguraikan cara budidaya kepiting yang baik dan benar agar para pembaca bisa mendapatkan wawasan terkait bagaimana budidaya kepiting  yang semestinya.

B.     Rumusan masalah
Bagaimana cara budidaya kepiting yang semestinya?
Bagaimana  aspek biologi kepiting?
Bagaimana metode budiaya kepiting?
C.    Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini yaitu untuk melengkapi wawasan/pengetahuan di bidang budidaya perairan khususnya pada budidaya kepiting serta menjadikan makalah ini sebagai referensi dalam budidaya kepiting.
















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Biologi Kepiting
Kepiting banyak ditemukan di daerah hutan bakau, sehingga di Indonesia lebih dikenal dengan sebutan kepiting bakau “ Mangrove Crab “.  Kepiting di klasifikasikan sebagai berikut:
Filum    : Arthropoda
 Klas       : Crustacea
Ordo      : Decapoda
Famili    : a. Kanthidae
                 b. Cancridae
                 c. Potamonidae
                 d. Portunidae
Genus    : Scylla
Spesies  : Scilla Serrata, S. Oceania, S. Transquebarica
B.     Ciri morfologi
Ciri khas yang dimiliki oleh kepiting adalah karapasnya berbentuk pipih atau agak cembung dan berbentuk heksagonal atau agak persegi. Ujung pasangan kaki terakhir mempunyai bentuk agak pipih dan berfungsi sebagai alat pendayung pada saat berenang.
Kepiting bakau memiliki karapas berwarna seperti warna lumpur atau sedikit kehijauan, pada kiri kanannya terdapat sembilan buah duri tajam, dan pada bagian depannya di antara kedua tangkai matanya terdapat enam buah duri. Dalam keadaan normal sapit kanannya lebih besar dari sapit kirinya dengan warna kemerahan pada masing-masing ujung capit. Memiliki 3 kaki pejalan dan satu kaki perenang. Kaki renangnya terdapat pada bagian ujung perutnya, dan ujung kaki perenang dilengkapi dengan alat pendayung.
C.    Habitat dan daur hidup
Kepiting bakau dalam menjalani hidupnya beruaya dari pantai ke laut. Kemudian induk dan anak-anaknya akan berusaha kembali ke perairan pantai, muara sungai atau hutan bakau untuk mencari perlindungan, mencari makan atau membesarkan diri.
Kepiting bakau yang siap melakukan perkawinan akan memasuki perairan bakau. Setelah perkawinan berlangsung  secara perlahan-lahan kepiting betina akan beruaya ke pantai dan akhirnya menuju laut untuk melakukan pemijahan. Setelah melakukan pemijahan telur akan menetas menjadi Zoea1 dan terus menerus berganti kulit menjadi megalopa, pada stadia ini sudah mulai beruaya pada dasar perairan lumpur menuju pantai, muara sungai kemudian keperairan hutan bakau sampai dewasa, lalu melakukan perkawinan lagi.
Gambar 1. Siklus Hidup Kepiting
  1. Kebiasaan makan
Kepiting tergolong hewan pemakan segala (omnivora) dan pemakan bangkai (scavenger), sedangkan larva kepiting adalah pemakan plankton. Kepiting digolongkan hewan nokturnal, karena mencari makan di malam hari. Kepiting bakau lebih suka merangkak mencari makan, walaupun kepiting dapat berenang ke permukaan air. Kepiting lebih menyukai makanan alami berupa alga, bangkai hewan, dan udang-udangan.
  1. Metode Budidaya
a.      Pengadaan induk
Untuk mendapatkan calon induk dapat ditempuh dua jalan yaitu dengan melakukan seleksi di areaI budidaya kepiting atau pembesaran dan dapat pula dengan melakukan penangkapan induk bertelur di alam. Induk kepiting bertelur dapat ditangkap dengan alat Trawl-dasar berukuran kecil, jaring insang apung atau jaring dasar atau dengan perangkap kepiting (Crab pot). Alat-alat tangkap ini sebaiknya dipasang agak jauh dari pantai di depan perairan bakau karena Kepiting petelur yang akan memijah biasanya beruaya dan berada jauh dari panta
b.      Seleksi induk
Kegiatan seleksi induk bertujuan untuk mendapatkan calon induk yang berkualitas sesuai dengan persyaratan teknis. Adapun syarat-syarat induk kepiting yang baik adalah:
1.      Umur kepiting minimal 12  bulan
2.      Berat minimal 300 gr
3.      Panjang carapas minimal 12 cm
4.      Sehat dan tidak terinfeksi penyakit
5.      Organ tubuh lengkap ( tidak cacat)
6.      Matang Gonad (bertelur)
c.       Pemeliharaan induk
1.      Persiapan Bak
Bak yang digunakan sebagai bak pemijahan  dapat berupa bak beton dengan kapasitas 1- 5 ton atau tergantung dari kegiatan usaha tersebut, bentuk bak bisa bundar atau persegi. Sebelum digunakan bak pemeliharaan dicuci terlebih dahulu dengan menggunakan air tawar ditambahkan deterjen atau dapat pula dengan menggunakan chlorin. Selesai pencucian bak, dilanjutkan dengan pemasangan aerasi, tujuannya adalah sebagai suplai oksigen dengan sumber utama adalah blower. Kemudian dilakukan pengisian air setinggi 30 cm.
2.      Pemberian pakan
Induk kepiting yang telah diaklimatisasi dimasukkan ke dalam bak pemijahan. Dengan padat tebar 1-3 ekor/m2 . bahkan dengan perbandingan jantan dan betina 1:1. Selama dalam bak pemijahan induk kepiting diberi pakan berupa potongan daging kerang, cumi-cumi atau udang. Dosis makanan yang diberikan berkisar 3% dari berat total Kepiting yang hendak dipijahkan.
3.      Pengelolahan kualitas air
Untuk menjaga kondisi kualitas air pemeliharaan/pemijahan tetap stabil maka dilakukan beberapa kegiatan antara lain dengan melakukan pergantian air, diupayakan sistim pergantian air dengan menggunakan metode air mengalir. Sisa pakan yang terdapat di dasar bak sebaiknya segera dibersihkan agar tidak menyebabkan timbulnya proses pembusukan yang dapat menurunkan kualitas air dalam bak pemijahan. Pembersihan sisa pakan dapat dilakukan dengan cara penyifonan, yaitu menyedot sisa pakan dengan menggunakan slang plastic.
4.      Ablasi
Secara singkat ablasi diartikan sebagai pemotongan atau penghilangan salah satu bola mata  dengan tujuan merangsang aktifitas reproduksi dan perkembangan gonadanya. Prinsip yang digunakan adalah pada bola mata Kepiting  terdapat satu organ yang di beri nama ” X ” organ yang salah satu fungsinya adalah menghasilkan Gonad Inhibiting Hormon ( GIH ). Dalam aktifitasnya GIH menghambat aktifitas reproduksi Kepiting sehingga udang tidak bisa mengalami kematangan telur akibat terhambatnya perkembangan gonad juga tidak mau melakukan perkawinan. Secara tidak langsung GIHjuga menghambat aktifitas Y organ yang terletak dibagian kepala. Y organ dalam aktifitasnya merangsang pembentukan sperma pada individu jantan dan sel telur pada individu betina.
Jika X- organ dihilangkan dengan pemotongan tangkai mata, maka GIH tidak terbentuk. Berarti tidak ada yang menghambat aktifitas reproduksi induk. Disamping itu karena GIH tidak ada, Y-organ aktif menghasilkan GSH ( Gonad Stimalating Hormon ) yang aktif merangsang pembentukan sperma dan telur.
d.      Pemijahan
Sebelum pemijahan berlangsung, induk Kepiting betina biasanya akan mengalami ganti kulit (molting). Bersamaan dengan itu tubuh induk betina akan mengeluarkan sejenis hormon (Pheromone). Pheromone merupakan perangsang yang kuat bagi jantan agar segera mendekati betina. Pada saat terangsang oleh pheromone induk jantan akan segera matang gonad.
Tingkat kematangan gonad Kepiting jantan dianggap terbaik setelah 3 hari menerima rangsangan. Induk jantan yang menerima rangsangan akan menaiki (menggendong) tubuh induk betina kurang lebih 4 hari, hingga proses molting selesai. Sebelum turun dari tubuh induk betina, induk jantan akan mengeluarkan spermanya.
Proses pengeluaran sperma (Kopulasi) dilakukan dengan jalan induk jantan membalikkan tubuh induk betina dan menyisipkan sperma ke dalam ovarium. Kegiatan ini berlangsung setelah molting dan terjadi 7 – 12 jam. Sekali melakukan proses pemijahan, sperma dapat digunakan  untuk membuahi telur sebanyak 2 periode.Bila proses pemijahan selesai segera induk dipindahkan kedalam bak penetasan.
e.       Penetasan telur
Saat akan berlangsungnya penetasan dapat ditandai dengan tingkah laku induk Kepiting biasanya induk lebih sering berdiri pada kaki jalan (Priopoda) dengan massa telur ditempelkan pada subtrat. Pada saat demikian penggantian air ciukup dilakukan separuh bagian saja dan dilakukan dengan sangat hati-hati, volume air sebaiknya memenuhi seluruh bak.
Penetasan yang normal biasanya berlangsung diantara jam 8 pagi dan malam hari, umumnya sebelum matahari terbit. Bila penetasan telah berlangsung dengan sempurna yang dapat diamati dari telah melipatnya abdomen induk segera induk dipindahkan ke bak  pemijahan kembali
f.       Pemijahan Larva
1.      Persiapan Bak
Persiapan Bak untuk pemeliharaan larva dapat digunakan dari berbagai ukuran dan berbagai desain, tergantung dari besarnya usaha yang dilaksanakan. Bak pemeliharaan dapat berukuran 3 -10 ton ditempatkan di luar maupun di dalam ruangan. Bak-bak berbentuk bulat lebih baik digunakan karena tidak adanya pojok-pojok dimana larva, makanan, dan detritus berakumulasi.
Bak pemeliharaan sebelum digunakan terlebih dahulu dilakukan pencucian bak dengan menggunakan chlorin, sesudah dibilas bak dikeringkan. Selanjutnya aerasi dipasang sebagai sumber oksigen terlarut. Kemudian dilakukan pengisian air. Air yang akan digunakan harus air laut bersih yang telah dilakukan filterisasi maupun penyinaran serta chlorinisasi, semuanya ini bertujuan untuk mencegah berkembangnya bibit penyakit
2. Penebaran
Untuk mencegah kematian yang terlalu tinggi sebaiknya larva kepiting dibiarkan hidup di dalam bak penetasan hingga berumur 5 hari. Pemindahan yang dilakukan kurang dari 5 hari dikhawatirkan akan mengakibatkan stres pada larva Kepiting. Larva kepiting yang baru menyesuaikan diri dengan kehidupan barunya. Agar tidak terjadi perubahan kondisi lingkungan yang mendadak, pemindahan larva Kepiting ke wadah-wadah kecil atau waskom yang telah diisi air laut sebaiknya dilakukan bersama air aslinya. Tujuan pemindahan larva ini adalah untuk mengurangi padat tebar larva Kepiting, sehingga akan mengurangi kemungkinan terjadinya kematian pada larva Kepiting. Padat tebar yang disarankan adalah10 - 20 larva/liter
3. Pemberian pakan
Larva Kepiting yang baru menetas bersifat planktonis. Jenis makanan yang cocok untuk stadi zoea 1 - 4 adalah Rotifera (Brachionus plicatilis) dengan kepadatan 3 -10/ml. Selain Rotifera ditambahkan juga naupli Artemia salina yang baru menetas sampai fase Megalopa. Dosis Artemia pada stadia (Z 1-2) awal cukup dalam jumlah kecil, kemudian pada stadia Z3 sampai Z5  100 - 300 ekor/ml
Pada larva tingkat akhir Z 3-4 sudah dapat ditambahkan hancuran daging cumi-cumi, ikan, kerang-kerangan atau udang kecil. Namun dalam pemberian hancuran daging dari berbagai organisme laut perlu hati-hati karena belum tentu cocok untuk larva. Bila hancuran tidak dimakan dapat menyebabkan pembusukan dan mencemari air pemeliharaan.
Pada tingkat Megalopa makanan sudah dapat diawali sama dengan makanan Kepiting dewasa.  Yaitu cumi-cumi, ikan, kerang-kerangan atau udang kecil  dengan jumlah 150-200 gram/ton. Pemberian pakan ini cukup 1 kali dalam sehari.
  1. Pembesaran
  1. Persiapan Tambak
Kegiatan persiapan tambak meliputi beberapa subkegiatan, antara
Lain pengeringan tanah dasar, pemupukan, pengapuran, dan pengisian air.
  1. Perbaikan Konstruksi
Kegiatan perbaikan konstruksi meliputi perbaikan pematang yang bocor,
saluran air, pintu air, dan konstruksi lainnya. Di samping itu, endapan lumpur
yang terlalu dalam tebal di saluran kering (caren) perlu dikeruk.
  1. Pengeringan Tanah Dasar
Pengeringan tanah dasar tambak bertujuan untuk menyuburkan tanah
sehingga pertumbuhan makanan alami terutama klekap terjamin. Pengolahan dan pengeringan tambak dapat juga dimaksudkan untuk mnghi1angkan berbagai senyawa sulfida (H2S) dan senyawa- senyawa beracun lainnya, seperti Ammonia (NH3).
  1. Pemupukan
Pemupukan dilakukan untuk menumbuhkan klekap. Oleh karcna itu, sebaiknya tanah dasar yang sudah kering ditaburi dedak (500 kg/ha), kemudian diberi pupuk kandang atau kompos (1000 kg/ha) dan diairi sedalam 5 cm — 10 cm. Kemudian, dasar tambak ditebari pupuk organik (urea 15 kg/ ha) dan TSP 75
kg/ha. Setelah tumbuh klekap (sekitar seminggu setelah pemupukan), secara berangsur - angsur t inggi air dinaikkan dan pada saat demikian kepiting muda  sudah dapat ditebarkan
  1. Pengapuran
Salah satu hal yang juga diperlukan dalam budidaya kepiting adalah pengapuran. Seperti halnya udang, kepiting memerlukan kapur dalarn proses pergantian kulit. Penga puran juga berguna untuk menaikkan pH tambak yang rendah, mengikat CO2. yang herlebihan karena proses pembusukan dan pemapasan, dan mempercepat proses penguraian bahan organik.
Jumlah kapur yang diperlukan tergantung pada pH tambak. Tambak - tambak di daerah hutan bakau biasanya memiliki pH rendah (4,0 — 5,0) sehingga membutuhkan kapur dalam jumlah banyak (3.000 — 6.000 kg/ha batu kapur bakar, CaO). Kapur ini diberikan pada waktu pengolahan tanah dengan cara mengaduk - aduknya hingga tercampur merata dengan l umpur tanah dasar tambak sedalam 10 cm. Pemberian pupuk sebaiknya dilakukan 1 — 2 minggu sekali setelah pengapuran.
  1. Pengairan
Persyaratan untuk kualitas air yang perlu diperhatikan untuk menunjang kehidupan kepiting bakau adalah suhu, salinitas dan pH. Suhu yang sesuai untuk
menunjang pada kehidupan kepiting bakau adalah 23ºC – 32ºC, tanpa ada perubahan yang cukup berarti. Salinitas berkisar antara 15 ‰ – 30 ‰, dan pH berkisar antara 7,2 - 7,8.
  1. Penebaran benih
Sebelum benih kepiting dipelihara di tambak pembesaran, dianjurkan agar seluruh benih ditempatkan terlebih dahulu pada petak - petak penyesuaian (aklimatisasi) selama jangka waktu tertentu (sekitar satu bulan). Selama waktu tersebut, benih kepiting diharapkan sudah dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan perairan tambak. Di samping itu, ukuran kepiting sudah bertambah besar, sehingga bila dimasukkan ke dalam tambak tingkat kematiannya rendah. Petak - petak tambak untuk penyesuaian (adaptasi) sebaiknya dibuat dari bahan semen berukuran kecil (sekitar 15 — 20 m2), dengan dinding yang licin.
Dasar tambak berlumpur dengan tebal 5 — 15 cm yang dicampur dengan pasir pantai dan kedalaman air 30 - 50 cm. Petak- petak tambak ini tidak memerlukan penghawaan (aerasi), tetapi cukup diberi aliran air yang dimasukkan dari dasar tambak. Pengontrolan air pada musim panas dapat dilakukan melalui penggantian air dengan pompa atau sipon dan sebagian atau seluruhnya diberi peneduh. Padat penebaran benih Kepiting Bakau ( Scylla spp) pada tambak pembesaran tergantung dari ukuran benih. Benih yang mempunyai lebar karapas 2 –3 cm dengan berat 40–80 gram dapat ditebar dengan padat penebaran 20.000ekor/ha.
  1. Pakan Kepiting bakau (Scylla spp)
Selama pemeliharaan kepiting (Scylla spp) diberikan pakan ikan rucah,daging kerang, dan hancuran daging siput. Jumlah pakan yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan, yang dapat dilihat dari sisa pakan yang tidak termakan. Jika pakan dimakan seluruhnya, maka pemberian pakan selanjutnya sebaiknya ditambah. Namun jika banyak sisa pakan yang tertinggal didasar tambak, maka dosis pakan sebaiknya dikurangi. Sisa pakan jangan dibiarkan berada didasar tambak terlalu lama karena dapat mempengaruhi kualitas air tambak.
  1. Panen
Masa pemeliharaan penggemukan kepiting bakau relatif singkat atau juga tergantung dari awal penebaran bibit. Untuk bibit ukuran 100 gram dalam masa pemeliharaan 1,5 – 2 bulan sudah bisa mencapai ukuran konsumsi (3-4 ekor/kg). Namun apabila awal sudah mempunyai berat lebih dari 200 gram, maka masa pemeliharaan bisa lebih singkat. Petani memanen kepiting bakau dilakukan secara selektif yaitu dengan cara memancing dan memisahkannya antara kepiting bakau yang sangat gemuk dan yang telah mengalami matang gonad atau matang telur.
  1. Pemasan
Keluarnya peraturan Menteri tentang pelarangan penangkapan kepiting bertelur. Secara otomatis mempengaruhi nilai jual kepiting betina terutama kualitas ekspor, hal ini tentunya juga sangat dirasakan oleh pembudidaya. Namun demikian, tidak membuat pelaku utama pembesaran kepiting bakau untuk menyerah karena kepiting jantang dengan kualitas dan ukuran eksport yang di anjurkan justru mengalami kenaikan harga yang cukup.
Permintaan eksport tidak pernah tercukupi dari hasil produksi budidaya, berati peluang pasar cukup menjanjikan. Tantanagan yang dihadapai pembudidaya adalah bagaimana memproduksi kepiting bakau jantan dengan ukuran dan kualitas yang sesuai dengan standar kepiting yang diperbolehkan untuk ditangkap. Hal ini diperlukan karena sangat susah dibedakan hasil tangkapan di alam dan hasil pembesaran di tambak.
Proses pemasaran hasil produksi kepiting bakau di beberapa Kecamatan melalui pedagan pengepul yang ada di masing-masing desa, dimana pengepul memberikan modal maupun sarana kepada pelaku utama. Pengepul selanjutnya membawa komoditi tersebut ke pengespor. Pengepul disini berperan sebagai penanam modal dan tidak memberi perjanjian yang mengikat, atau merugikan pihak pelaku utama. Untuk konsumsi lokal biasanya transaksi berjalan di pasar terdekat atau konsumen langsung ke pengepul. Harga kepiting sais lokal berkisar antara Rp. 20.000,- sampai Rp.25.000.







Rangkuman
Kepitng merupakan salah satu komoditas perikanan pantai yang mempunyai nilai ekonomis penting. Pada mulanya kepiting hanya dianggap hama oleh Petani tambak,karena sering membuat kebocoran pada pematang tambak. Tetapi setelah mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi, maka keberadaannya banyak diburu dan ditangkap oleh nelayan untuk penghasilan.
Ciri khas yang dimiliki oleh kepiting adalah karapasnya berbentuk pipih atau agak cembung dan berbentuk heksagonal atau agak persegi. Ujung pasangan kaki terakhir mempunyai bentuk agak pipih dan berfungsi sebagai alat pendayung pada saat berenang.
Kepiting tergolong hewan pemakan segala (omnivora) dan pemakan bangkai (scavenger), sedangkan larva kepiting adalah pemakan plankton. Kepiting digolongkan hewan nokturnal, karena mencari makan di malam hari.
Permintaan eksport tidak pernah tercukupi dari hasil produksi budidaya, berati peluang pasar cukup menjanjikan. Tantanagan yang dihadapai pembudidaya adalah bagaimana memproduksi kepiting bakau jantan dengan ukuran dan kualitas yang sesuai dengan standar kepiting yang diperbolehkan untuk ditangkap. Hal ini diperlukan karena sangat susah dibedakan hasil tangkapan di alam dan hasil pembesaran di tambak.













DAFTAR PUSTAKA
Andin.2016.Kepiting bakau. http://linbakker.blogspot.co.id. Di akses pada hari Sabtu tanggal 19 November 2016, Pukul 16 :30 Wita.
Armas. 2016.Budidaya Kepiting Bakau.https://www.scribd.com/doc. Di akses pada hari Sabtu tanggal 19 November 2016, Pukul 14 :20 Wita.
Ammar.Makalah Kepiting Bakau. http://linbakker.blogspot.co.id. Di akses pada hari Sabtu tanggal 19 November 2016, Pukul 15 :10 Wita.
Aslam.2016.Analisis peluang pasar kepiting bakau.http://www.assalam.link. Di akses pada hari Minggu tanggal 05 Desember 2016, Pukul 21 :20 Wita.
Sucipto. Pembenihan Kepiting Bakau.http://sucipto71.blogspot.co.id. Di akses pada hari Sabtu tanggal 19 November 2016, Pukul 16 :43 Wita.
Pramita.2012.Budidaya Kepiting. http://pramitarazka28411.blogspot.co.id. Di akses pada hari Sabtu tanggal 19 November 2016, Pukul 14 :30 Wita.